Diposkan pada Cerita Pendek

[FF] : Satu Jam Saja

Kawasan Simpang Lima Semarang, 19.00 WIB

Hampir dua jam Semarang diguyur hujan. Jalanan basah, macet, dan seperti biasa pasar Johar banjir. Aku memandang sebuah undangan berwarna merah maroon. Ada foto dia, seseorang yang pernah mengendap lama di hatiku. Dia sedang memeluk seorang perempuan yang cantiknya tidak bisa aku kalahkan. Rambut ikal panjang, mata sipit, senyum manis dan badan yang proporsional membuatku selalu merasa iri dengan gadis itu. Yaaaaaa…akhirnya aku menerima undangan ini. Selamat ya! Bulan depan kamu akan menikah.

“Langgeng ya kalian berdua, semoga tetap bersama sampai kakek nenek,” tulisku di kartu ucapan weddingmu. Kuselipkan kartu berwarna merah jambu itu di sebuah buku yang akan aku berikan di hari pernikahanmu. Aku tak akan membelikanmu kado pernikahan super mewah. Disamping aku tak punya uang berlebih, kamu juga pasti lebih menghargai sebuah buku daripada barang-barang mewah yang memang tidak kamu sukai. Ah dasar, memang kamu dari dulu selalu sama. Mencintai buku.

Aku menyesap secangkir caramel late. Hangat, sehangat senyummu kala itu. Dua tahun lalu, kamu masih ingat? Saat itu kamu menungguku selesai kuliah. Lantas membawaku ke kafe ini. Café Memory. Ah, nama yang indah. kamu penggemar kopi, aku juga. Jadi kita sama-sama menyukai tempat ini. Aku ingat betul kamu memesan secangkir Moccahino dan seperti biasa aku memesan Carrebian late lengkap dengan foam yang berbuih diatasnya. Cantik sekali! Dulu kita suka melakukan ini, saling berpandangan sejenak dan kemudian saling menyesap nikmatnya kopi di cangkir kita masing-masing. Satu jam saja kita seperti ini. Saling berbagi cerita dan bercanda. Duh, jika mengingat itu dada ini sesak rasanya…

Malam ini tepat satu tahun kita putus. Malam dimana kamu datang ke kosanku, saat hujan turun dengan derasnya. sambil membawa semangkuk bubur kacang ijo kesukaanku, kamu meminta maaf. Sebenarnya aku masih mencintaimu, tapi mungkin egoku terlalu besar. Aku tak bisa memaafkanmu yang jelas-jelas mendua di belakangku. Satu jam saja semuanya berakhir. Satu jam saja cerita indah cinta kita terhenti. Ya, satu jama saja, sama seperti dulu. Kini, masih ada pertanyaan besar di kepalaku, Kenapa dulu aku putuskan kamu?

Sudahlah, jalan kita memang harus seperti ini. Sekarang, kamu dan aku punya cerita masing-masing. Selamat untuk pernikahanmu. Selamat untuk istri barumu. Selamat pula untuk kamu yang berhasil membuatku duduk disini, di kafe ini. Mengingat satu jam yang sangat berarti, satu jam dua tahun yang lalu….

Penulis:

Kimi no nawa~

Tinggalkan komentar